Sebuah perenungan tentang pentingnya mencapai kelahiran kembali di Tanah Sukhavati
Disusun oleh Guru Nasional Zhongfeng (1263–1323 M), liturgi ini menyediakan praktik holistik yang menggabungkan Tanah Murni dan Chan (Zen, meditasi). Sementara banyak umat Buddhis, melalui paparan terhadap tradisi Buddhisme lainnya, melihat Tanah Suci dan Chan sebagai hal yang terpisah atau bahkan berlawanan, liturgi ini adalah contoh utama bagaimana kedua ajaran tersebut dapat diintegrasikan dan dipraktikkan bersama. Meskipun ajaran yang disampaikan dalam liturgi mendorong para hadirin untuk mencari kelahiran kembali di Tanah Murni, ide dan konsepnya berakar pada Chan, menekankan non-dualitas antara makhluk hidup dan Buddha.
Makna
“Bahkan jika seseorang akan mencapai Kebuddhaan pagi ini, Penguasa Tanah Bahagia akan menganggapnya terlambat. Bagaimana Ia bisa mentolerir mereka yang ingin terus mengulur waktu? Karena mereka hanya akan berputar dalam Saṃsāra sampai akhir waktu. ”
Liturgi ini digunakan khusus untuk upacara peringatan. Dengan demikian, almarhum dianggap hadir secara spiritual melalui plakat kertas kuning yang bertuliskan nama mereka. Sepanjang kebaktian, khotbah yang disampaikan oleh Bhikṣu berbicara kepada para mendiang yang sedang diabadikan dengan pengertian bahwa mereka berkumpul di sini, dengan hormat mendengarkan ajaran. Namun demikian, para peserta kebaktian yang masih hidup harus berusaha untuk belajar dari ajaran juga. Dengan mempraktikkan perhatian penuh terhadap Buddha, mengembangkan pemahaman yang lebih baik tentang Dharma, dan memurnikan karma sendiri melalui pertobatan dan perubahan, para peserta yang hidup mampu menghasilkan penyebab dan kondisi yang bermanfaat bagi semua makhluk—baik yang hidup dan yang sudah meninggal.
Tata-cara
"Tidak ada yang berada di luar Tanah Murni dari pikiran sendiri, maupun Amitābha dari hakikat seseorang."
Upacara dimulai dengan menyucikan Altar Utama dengan dupa dan memberi penghormatan kepada Sang Buddha. Kemudian, di Altar Peringatan, Bhikṣu mengumumkan kepada almarhum bahwa kebaktian dimulai dan mendesak mereka untuk menghargai kesempatan langka dan luar biasa ini untuk belajar Dharma. Akhirnya, setelah persembahan dupa kedua di Altar Utama, sesi pertama dari tiga sesi dimulai. Upacara utama dilakukan dalam tiga sesi yang memiliki struktur yang sama, dengan setiap sesi mencakup praktik inti Buddhis Mahāyāna seperti pembacaan sūtra, perhatian penuh kepada Buddha, pujian dan pemujaan, sujud, pertobatan, dan ikrar. Tiga sesi itu awalnya dilakukan dalam tiga periode yaitu pagi, siang, dan sore, dan inilah asal mula nama liturgi ini.
Tujuan
Namun, sekarang menjadi kebiasaan untuk melakukan ketiganya dalam satu sore. Selain komponen praktik, sebagian besar teks berisi ajaran yang disampaikan oleh Bhikṣu Utama. Ini mendorong pertemuan—baik yang hidup maupun yang telah meninggal—untuk membangkitkan keyakinan pada Tanah Suci Sukhāvatī Buddha Amitābha, mempraktikkan kebajikan yang diperlukan, dan berikrar untuk dilahirkan kembali di Tanah Murni-Nya. Ini juga menyajikan perspektif Chan tentang Tanah Murni, mengajarkan bahwa “Tidak ada yang berada di luar Tanah Murni dari pikiran sendiri, maupun Amitābha dari hakikat seseorang."
Comentarios